Senin, 13 Mei 2013

Peran seorang sutradara



dalam pembuatan film
Sutradara atau pembuat film adalah orang yang bertugas mengarahkan sebuah film sesuai dengan manuskrip, pembuat film juga digunakan untuk merujuk pada produser film. Manuskrip skenario digunakan untuk mengontrol aspek-aspek seni dan drama. Pada masa yang sama, sutradara mengawal petugas atau pekerja teknik dan pemeran untuk memenuhi wawasan pengarahannya. Seorang sutradara juga berperan dalam membimbing kru teknisi dan para pemeran film dalam merealisasikan kreativitas yang dimilikinya.
Tanggung jawab sutradara
¢  Sutradara bertanggung jawab atas aspek-aspek kreatif pembuatan film, baik interpretatif maupun teknis. Ia menduduki posisi tertinggi dari segi artistik dan memimpin pembuatan film tentang "bagaimana yang harus tampak" oleh penonton. Selain mengatur laku di depan kamera dan mengarahkan akting serta dialog, sutradara juga mengontrol posisi beserta gerak kamera, suara, pencahayaan, dan hal-hal lain yang menyumbang kepada hasil akhir sebuah film.
¢  Dalam melaksanakan tanggung jawabnya seorang sutradara bekerja bersama para kru film dan pemeran film. Di antaranya penata fotografi, penata kostum, penata kamera dan lain sebagainya. Selain itu sutradara juga turut terlibat dalam proses pembuatan film mulai dari pra-produksi, produksi, hingga pasca-produksi.
1.       Tugas Sutradara
Menurut sutradara berbakat, Harry Suharyadi, tugas seorang sutradara adalah menerjemahkan atau menginterpretasikan sebuah skenario dalam bentuk imaji/gambar hidup dan suara. Pada umumnya, seorang sutradara tidak merangkap sebagai produser, meskipun di Amerika cukup banyak sutradara yang merangkap produser seperti beberapa kali Kevin Costner merangkap sutradara sekaligus produser.
Pada umumnya, apa pun bentuk produksi audio visual selalu terbagi menjadi tiga tahap, yakni:
1) praproduksi,
2) produksi atau shooting,
3) pascaproduksi.

Tugas sutradara adalah pada tahap produksi. Namun bukan berarti sutradara tidak perlu mengetahui aspek praproduksi dan pasca produksi. Pemahaman praproduksi akan mencegah sikap arogan dan tutuntutan yang berlebih atas peralatan dan aspek-aspek penunjang produksi yang notabene merupakan tugas tim praproduksi. Misalnya, sutradara tidak terlalu menuntut disediakan pemeran yang honornya mahal apabila ia menyadari bahwa tim budgeting tidak menganggarkan dana berlebih untuk honor pemeran. Pemahaman pascaproduksi akan mencegah sutradara menginstruksikan pengambilan gambar dengan komposisi atau enggel yang penyambungannya mustahil dilakukan oleh editor.

2.       Rumus 5-C
Sebelum seorang sutradara mengarahkan semua pemain dalam sebuah produksi, ada baiknya sutradara memiliki kepekaan terhadap Rumus 5 –C, yakni close up (pengambilan jarak dekat), camera angle (sudut pengambilan kamera), composition (komposisi), cutting (pergantian gambar), dan continuity (persambungan gambar-gambar) (Hartoko 1997: 17). Kelima unsur ini harus diperhatikan oleh sutradara berkaitan dengan tugasnya nanti di lapangan.
Close Up
¢  Unsur ini diartikan sebagai pengambilan jarak dekat. Sebelum produksi (shooting d I lapangan) harus mempelajari dahulu skenario, lalu diuraikan dalam bentuk shooting script, yakni keterangan rinci mengenai shot-shot yang harus dijalankan juru kamera. Terhadap unsur close up, dia harus betul-betul memperhatikan, terutama berkaitan dengan emosi tokohnya. Gejolak emosi, peradaban gundah sering harus diwakili dalam shot-shot close up. Bagi seorang kritikus film, sering unsur menjadi poin tersendiri ketika menilai sebuah film. Untuk itu, unsur ini harus menjadi perhatian sutradara.
Camera Angle
¢  Unsur ini sangat penting untuk memperlihatkan efek apa yang harus muncul dari setiap scene (adegan). Jika unsur ini diabaikan bisa dipastikan film yang muncul cenderung monoton dan membosankan sebab camera angle dan close up sebagai unsur visualisasi yang menjadi bahan mentah dan harus diolah secermat mungkin. Harry mencontohkan, untuk film-film opera sabun sering ada pembagian kerja antara pengambilan gambar yang long shot d a n close up untuk kemudian diolah dalam proses editingnya. Variasi pengambilan gambar dengan camera angle dapat mengayakan unsur filmis sehingga film terasa menarik dan memaksa penonton untuk mengikutinya terus.
Composition
¢  Unsur ini berkaitan erat dengan bagaimana membagi ruang gambar dan pengisiannya untuk mencapai keseimbangan dalam pandangan. Composition merupakan unsur visualisasi yang akan memberikan makna keindahan terhadap suatu film. Pandangan mata penonton sering harus dituntun oleh komposisi gambar yang menarik. Tidak jarang para peresensi film memberikan penilaian terhadap unsur ini karena unsur inilah yang akan menjadi pertaruhan mata penontonnya. Jika aspek ini diabaikan, jangan harap penonton akan menilai film ini indah dan enak ditonton. Seorang sutradara harus mampu mengendalikan aspek ini kepada juru kamera agar tetap menjadi komposisi secara proporsional berdasarkan asas komposisi.
Cutting
¢  Diartikan sebagai pergantian gambar dari satu scene ke scene lainnya. Cutting termasuk dalam aspek pikturisasi yang berkaitan dengan unsur penceritaan dalam urutan gambar-gambar. Sutradara harus mampu memainkan imajinasinya ketika menangani proses shooting. Imajinasi yang berjalan tentunya bagaimana nantinya jika potongan-potongan scene ini diedit dan ditayangkan di monitor.
Continuity
¢  Unsur terakhir yang harus diperhatikan sutradara adalah continuity, yakni unsure persambungan gambar-gambar. Sejak awal, sutradara bisa memproyeksikan pengadegan dari satu scene ke scene lainnya. Unsur ini tentunya sangat berkaitan erat dengan materi cerita. Sering penonton merasa film yang ditontonnya loncat ke sana atau ke mari tidak karuan sehingga membuat bingung. Terhadap kasus ini karena sutradara tidak mampu memperhatikan aspek kontinuitas dari film yang digarapnya.
3.       Unsur Visual (visual element)
Selanjutnya masih dalam tahap persiapan penyutradaraan, seorang sutradara juga harus memahami unsur-unsur visual (visual element) yang sangat penting dalam mengarahkan seluruh krunya. Ada enam unsur visual yang harus diperhatikan, sikap pose (posture), gerakan anggota badan untuk memperjelas (gesture), perpindahan tempat (movement), tindakan/perbuatan tertentu (purpose action), ekspresi wajah (facial expression), dan hubungan pandang (eye contact) (Hartoko, 1997:25).
Sikap/Pose
¢  Jika anda mengarahkan para pemain dalam film yang anda buat, hal pertama yang menjadi arahan adalah sikap/pose (posture) pemainnya. Ini sangat erat kaitannya dengan penampilan pemain di depan kamera. Dengan monitor yang tersedia, sutradara harus mampu memperhatikan pose pemainnya secara wajar dan memenuhi kaidah dramaturgi. Sebelum pose sesuai dengan tuntutan skenario usahakan sutradara jangan putus asa terus mencoba. Apalagi untuk kalangan indie yang cenderung pemainnya masih baru atau belum pernah main sama sekali (tetapi gratis).
Gerakan Anggota Badan
Sesuai dengan shooting script, tentunya seorang atau beberapa pemain harus menggerakkan anggota tubuhnya. Namun, gesture yang mereka mainkan harus betul-betul kontekstual. Artinya, harus betul-betul nyambung dengan gerakan anggota tubuh sebelumnya. Misalnya, setelah seorang pemain minum air dari gelas tentunya gerakan berikutnya mengembalikan gelas tersebut dengan baik. Jangan sampai ada gerakan-gerakan tubuh yang secara filmis dapat menimbulkan kejanggalan.
Perpindahan Tempat
¢  Seorang Sutradara dengan jeli akan memperhatikan dan mengarahkan setiap perpindahan
pemain pendukungnya. Perpindahan pemain ini tentunya dalam rangka mengikuti shooting script yang dibuat sang sutradara sendiri. Di sini, sutradara yang baik harus mampu mengarahkan pemainnya melakukan perpindahan secara wajar dan tidak dibuat-buat. Perpindahan pemain harus alami sesuai dengan jalan cerita yang telah tersusun. Improvisasi bagi pemain memang tidak jadi masalah, tetapi tetap dalam perhatian sutradara. Untuk itu, menonton pertunjukan teater bagi seorang sutradara dapat mengasah ketrampilan penyutradaraannya dan juga sering memberikan penilaian terhadap akting pemain dalam sebuah film dapat memperkaya kepiawaiannya dalam mengarahkan pemain.
Tindakan Tertentu
¢  Aspek ini tentunya dikaitkan dengan casting yang diberikan kepada seseorang. Casting di
sini diartikan peran yang dijalankan pemain film dalam menokohkan karakter seseorang yang terlibat dalam cerita film tersebut. Selain ada casting ada juga yang disebut cameo, yakni penampilan seseorang dalam sebuah film tetapi membawakan dirinya sendiri (tidak menokohkan orang lain). Dalam hubungan dengan casting, seorang pemain film harus diarahkan sang sutradara agar melakukan tindakan sesuai dengan tuntunan skenario. Terkadang dalam proses produksi ada pemain yang mencoba menawar kepada sutradara sehubungan dengan akting yang harus dijalankan. Tidak semua sutradara mau meluluskan keinginan kemauan pemain, tetapi juga tidak semua pemain mau meluluskan kemauan sutradara. Pada kondisi seperti ini tinggal dua pilihan, pemain diganti atau mengganti adegan. Mengapa casting dalam kegiatan produksi film cukup lama karena karena persoalan tersebut? Saat film Boy’s Don’t Cry diproduksi, dilakukan casting yang memakan waktu bertahun-tahun. Hal ini dilakukan agar siapa pun yang menjadi pemain film tersebut sesuai dengan keinginan sutradara dan tuntutan skenario.
Ekspresi Wajah
¢  Unsur ini sering berkaitan dengan penjiwaan terhadap naskah. Wajah merupakan cermin bagi jiwa seseorang. Konsep inilah yang mendasari aspek ini harus diperhatikan betul oleh sutradara. Terutama untuk genre film drama, unsur ekspresi wajah memegang peran penting. Banyak juga film action semacam Gladiator menajamkan aspek ekspresi wajah. Shot-shot close up yang indah dan pas dapat mewakili perasaan sang tokoh dalam sebuah film. Contoh kecil sering ditampilkan dalam perfilman India. Jika seseorang sedang jatuh cinta ukuran gambar big close up bergantian antara pria dan wanita. Namun sutradara juga
harus memperhatikan penempatannya serta waktu yang tepat. Jika tidak tepat, komunikasi dalam film tersebut gagal. Di sini, ada pedoman time is key, waktu adalah kunci.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar